Sabtu, 07 Juni 2014

aspek kognitif



A.    TAKSONOMI TUJUAN KOGNITIF MENURUT PARA AHLI
1.      Taksonomi tujuan kognitif menurut Bloom
Menurut Bloom adalah segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dimana setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Menurut taksonomi Bloom dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berfikir yang diurutkan secara hierarki piramidal atau mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Namun, pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom pada ranah kognitif agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Pada revisi ini, ranah kognitif tetap memiliki enam jenjang berpikir yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
2.      Taksonomi tujuan kognitif menurut Gagne
Gagne memaparkan lima tujuan belajar yang bersifat kognitif, psikomotor, dan afektif. Hasil belajar ini berwujud penampilan-penampilan yang disebut kemampuan-kemampuan (capabilities). Di antaranya bersifat kognitif, yaitu: keterampilan intelektual, strategi-strategi kognitif, dan informasi verbal.


a.       Informasi verbal (Verbal information)
Kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang bersifat verbal.
b.      Ketrampilan intelektual (Intellectual skills)
Kemampuan menggunakan simbol untuk berinteraksi, mengorganisir dan membentuk arti. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat membedakan, menguasai konsep,  aturan, dan memecahkan masalah. keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar tersebut terurut kesukarannya dari yang paling sederhana (belajar isyarat) sampai kepada yang paling kompleks belajar pemecahan masalah (Purwoko, tanpa tahun: 4)
1)      Belajar isyarat
Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan, timbul sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon
emosional pada individu yang bersangkutan. Sebagai contoh, sikap guru yang sangat menyenangkan siswa, dan membuat siswa yang mengikuti pelajaran guru tersebut menyenangi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
2)      Belajar stimulus respon
Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda dengan pada belajar isyarat, pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan diniati atau sengaja dan dilakukan secara fisik. Belajar stimulus respon menghendaki suatu stimulus yang datangnya dari luar sehingga menimbulkan terangsangnya otot-otot kemudian diiringi respon yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang terpadu antara stimulus dan respon. Misalnya siswa menirukan guru menyebutkan persegi setelah  gurunya menyebutkan persegi; siswa mengumpulkan benda persegi setelah disuruh oleh gurunya.
3)      Belajar rangkaian gerak
Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu rangkaian berhubungan erat dengan stimulus respon yang lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama. Sebagai contoh, misalnya seorang anak akan menggambar sebuah lingkaran yang pusat dan panjang jari-jarinya diketahui. Untuk melakukan kegiatan tersebut anak tadi melakukan beberapa langkah terurut yang saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan tersebut terdiri dari rangkaian stimulus respon, dengan langkah-langkah sebagai berikut : anak memegang sebuah jangka, meletakkan salah satu ujung jangka pada sebuah titik yang telah ditentukan menjadi pusat lingkaran tersebut, kemudian mengukur jarak dari titik tadi, setelah itu meletakkan ujung jangka lainnya sesuai dengan panjang jari-jari, lalu memutar jangka tersebut.
4)      Belajar rangkaian verbal
Kalau pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, maka pada belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian berkaitan dengan stimulus respon lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama. Contoh, ketika mengamati suatu benda terjadilah hubungan stimulus respon yang kedua, yang memungkinkan anak tersebut menamai benda yang diamati tersebut. Contoh dalam biologi, seorang anak mengamati bermacam-macam alga yang mempunyai warna yang berbeda, maka alga tersebut dinamai sesuai warnanya, seperti alga merah, alga coklat, alga hijau, atau alga keemasan.
5)      Belajar membedakan
Belajar membedakan adalah belajar membedakan hubungan stimulus respon sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan konsep, dalam merespon lingkungannya, anak membutuhkan keterampilan-keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan suatu objek dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol lainnya. Terdapat dua macam belajar membedakan yaitu membedakan tunggal dan membedakan jamak. Contoh membedakan tunggal, “siswa dapat menyebutkan organisme heterotrof sebagai organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri”. Contoh membedakan jamak, “siswa dapat menyebutkan perbedaan dari tiga organisme heterotrof berdasarkan makanannya (herbivora, karnivora, dan omnivora)”.
6)      Belajar pembentukan konsep
Belajar pembentukan konsep adalah belajar mengenal sifat bersama dari benda-benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan menjadi satu. Misalnya untuk memahami konsep hewan herbivora, anak mengamati sapi, kambing, kuda, kerbau (yang memakan tumbuhan). Untuk hal-hal tertentu belajar pembentukan konsep merupakan lawan dari belajar membedakan. Belajar membedakan menginginkan anak dapat membedakan objek-objek berdasarkan karakteristiknya yang berlainan, sedangkan belajar pembentukan konsep menginginkan agar anak dapat mengklasifikasikan objek-objek ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki karakteristik sama.
7)      Belajar pembentukan aturan (prinsip/peraturan atau Rumus)
Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Aturan merupakan pernyataan verbal, dalam biologi misalnya adalah: hukum Hardy Weinberg yang digunakan untuk menghitung frekuensi gen dalam populasi.
8)      Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks. Pada tiap tipe belajar memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu dapat digunakan untuk membuat formulasi penyelesaian masalah. Contoh: siswa telah mempelajari hukum Hardy Weinberg yang digunakan untuk menghitung frekuensi gen dalam populasi. Namun, di dalam soal yang ditanyakan bukan frekuensi gennya, tetapi perbandingan frekuensi genotip atau jumlah individu dengan sifat tertentu. Maka siswa dengan bantuan hukum Hardy Weinberg dapat menghitung perbandingan frekuensi genotip atau jumlah individu dengan sifat tertentu, karena hukum Hardy Weinberg ‘membuka jalan’ untuk penyelesaian selanjutnya.
c.       Strategi kognitif (Cognitive strategies)
Strategi kognitif adalah suatu proses kontrol, yaitu proses internal yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar mengingat, dan berpikir. Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga memungkinkan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir siswa menjadi terarah. Contohnya strategi menghapal, strategi mencatat pelajaran.
d.      Keterampilan motorik (Motor Skills)
Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik, dapat melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot, serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut. Kemampuan dalam mendemonstrasikan cara menggunakan mikroskop merupakan salah satu contoh tingkah laku kapabilitas ini.


e.       Sikap (Attitudes)
Merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian atau mahluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat pembelajaran itu yang menjadi hal penting dalam menerapkan metode dan materi pembelajaran.
3.      Taksonomi tujuan kognitif menurut Merrill
Merril sendiri menamakan taksonomi buatannya dengan Componen Display Theory (CDT). Merril mengembangkan taksonominya dengan menyempurnakan teori Robert Gagne. Taksonomi Merril membagi tujuan-tujuan pendidikan jadi dua kategori yaitu kategori isi dan kategori kinerja.
Kategori isi berisikan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur; sedangkan kategori kinerja terdiri dari mengingat, menggunakan, dan menemukan. Mengingat adalah unjuk kerja untuk mengingat informasi-informasi yang telah diperolehnya dalam memori jangka panjang. Menggunakan adalah unjuk kerja yang mempersyaratkan siswa untuk mengaplikasikan berbagai abstraksi dalam berbagai masalah. Menemukan adalah unjuk kerja yang mempersyaratkan siswa menemukan hal baru melalui kegiatan analisis dan sintesis.
Kedua dimensi tersebut kemudian dihubungkan, sehingga dapat diklasifikasikan hubungan dimensi isi dan unjuk kerja. Hubungan kedua-nya disilangkan menjadi sepuluh jenis, yaitu: mengingat fakta, mengingat konsep, mengingat prosedur, mengingat prinsip, menggunakan konsep, menggunakan prosedur, menggunakan prinsip, menemukan konsep, menemukan prosedur, dan menemukan prinsip. Namun, taksonomi Merril ini tak sekomprehensif taksonomi Bloom sehingga jarang sekali digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Componen Display Theory (Merrill)
Dimensi Kinerja
Dimensi Isi
Fakta
Konsep
Prosedur
Prinsip
Menemukan (Find)
-
Menggunakan (Use)
-
Mengingat (Remember)

4.      Taksonomi tujuan kognitif menurut Gerlach dan Sullivan
Gerlach dan Sullivan  menyusun enam kategori kompetensi di ranah kognitif,  yaitu:
a.       Mengidentifikasi (identify)
b.      Menyebutkan (name)
c.       Menjelaskan (describe)
d.      Membentuk (construct)
e.      Menyusun (order)
f.        Mendemontrasikan (demonstrate)
Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan perbandingan tujuan kognitif dari para ahli pada Tabel 1.
Tabel 2. Rangkuman Tujuan Kognitif Menurut Para Ahli
Bloom
Gagne
Merill
Gerlach
q Mengetahui
q Memahami
q Informasi verbal
q Mengingat
q Mengidentifikasi
q Menyebutkan
q Menjelaskan
q Menerapkan
q Menganalisis
q Mengevaluasi
q Mencipta
q Ketrampilan intelektual
q Menggunakan
q Menemukan
q Membentuk
q Menyusun
q Mendemontrasikan

q Strategi kognitif




B.     RANAH KOGNITIF TAKSONOMI BLOOM
Taksonomi  Bloom  ranah kognitif merupakan salah satu kerangka dasar untuk pengkategorian tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum (Gunawan dan Palupi, tanpa tahun: 16). Tujuan kognitif atau ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Sebelum direvisi, pada ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi yang diurutkan secara hierarki piramidal. Sistem klasifikasi Bloom ini dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan Gambar 1.

 









Gambar 1. Hierarki Piramida Taksonomi Bloom

1.      Pengetahuan (Knowledge)/C1
Pengetahuan merupakan aspek paling dasar dalam taksonomi Bloom. Dapat disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep, fakta, atau istilah-istilah, dan sebagainya tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya (Daryanto, 1999: 103). Menurut Purwanto (2006: 44) dalam hal ini siswa  hanya dituntut untuk menyebutkan kembali atau menghafal saja. Untuk itu tipe tes yang paling anyak dipakai adalah tipe melengkapi (completion type), tipe isian (fill-in), dan tipe dua pilihan (true-false).
2.      Pemahaman (Comprehension)/C2
Tingkat kemampuan ini mengharapkan siswa mampu memahami arti dan konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya (Purwanto, 2006: 44). Pemahaman  bersangkutan dengan inti dari sesuatu, maksudnya suatu bentuk pengertian atau pemahaman yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat menggunakan bahan atau ide yang sedang dikomunikasikan itu tanpa harus menghubungkannya dengan bahan lain (Gunawan dan Palupi, tanpa tahun: 20). Seseorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. Bentuk soal yang sering diguakan adalah pilihan ganda dan uraian.
Kemampuan pemahaman dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu:
a.       Penerjemahan (translation)
Yaitu kemampuan untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dengan cara lain dari pada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya. Contoh: siswa dapat menjelaskan fungsi klorofil bagi tumbuhan.
b.      Penafsiran (Interpretation)
Yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dari grafik dengan kejadian, atau dapat membedakan yang pokok dari yang bukan pokok. Contoh: siswa dapat menjelaskan grafik tentang hubungan pertumbuhan penduduk dengan pencemaran yang disajikan dengan kata-katanya sendiri (verbal).
c.       Ekstrapolasi (Ekstrapolation)
Yaitu kemampuan untuk melihat kecendrungan atau arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Contoh: siswa dapat meramalkan apa yang akan terjadi apabila terjadi penggundulan hutan besar-besaran.


3.      Penerapan (Apllication)/C3
Tingkat kemampuan ini menuntut siswa untuk bisa menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, metode-metode, prnisip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya dalam situasi baru dan konkret. Situasi yang digunakan haruslah baru karena apabila tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi penerapan melainkan ingatan semata-mata. Pengukuran kemampuan ini umumnya menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) (Sudaryono, 2012: 44). Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur aspek penerapan antara lain adalah pilihan ganda dan uraian. Dibandingkan tes pilihan ganda, tes uraian lebih cocok untuk mengukur kemampuan penerapan ini. Contoh: siswa dapat memecahkan kasus persilangan dengan menggunakan perhitungan mendel atau siswa dapat menghitung kepadatan populasi suatu organisme berdasarkan rumus yang telah diberikan.
4.      Analisis (Analysis)/C4
Tahap kemampuan ini mengharapkan siswa dapat menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antaranya (Sudaryono, 2012: 45). Analisis diartikan sebagai pemecahan atau pemisahan suatu komunikasi (peristiwa, pengertian) menjadi unsur-unsur penyusunnya, sehingga ide (pengertian, konsep) itu relatif menjadi lebih jelas dan/atau hubungan antar ide-ide lebih eksplisit (Gunawan dan Palupi, tanpa tahun: 20). Purwanto (2006: 46) mengatakan bahwa kemampuan analisis ini dapat berupa kemampuan untuk memahami dan menguraikan bagaimana proses terjadinya sesuatu atau cara bekerjanya sesuatu.
Kemampuan analisis ini dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:
a.       Analisis unsur
Kemampuan merumuskan asumsi-asumsi serta mengidentifikasi unsur-unsur penting yang mendukung asumsi yang telah ditentukan. Misalnya siswa mampu merumuskan asumsi tentang fotosintesis dimana amilum dihasilkan tanpa bantuan cahaya matahari. Unsur-unsur yang mendukung asumsi tersebut adalah adanya karbondioksida dan hidrogen (hasil fotolisis air) yang bereaksi sehingga menghasilkan amilum pada proses reaksi gelap.
b.      Analisis hubungan
Kemampuan mengenal unsur-unsur dan beberapa pola hubungan serta sistem atau hipotesisnya. Kalau pada tingkat analasis unsur, siswa hanya menjelaskan apa yang ingin disampaikan dari sebuah pernyataan/permasalahan maka pada analisis hubungan, siswa sudah mampu menghubungkan bagian-bagian atau elemen-elemen dari suatu komunikasi. Misalnya, siswa mampu menemukan sebab-sebab menurunnya laju fotosintesis berdasarkan data yang tersedia.
c.       Analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi
Kemampuan menganalisis pokok yang melandasi tatanan suatu organisasi. Kemampuan-kemampuan yang tergolong dalam tingkat analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi adalah kemampuan mengenal bentuk dari pola suatu karya sastra atau karya seni. Misalnya, siswa mampu menentukan nasihat yang tersirat dari suatu cerita.
5.      Sintesis (Synthesis)/C5
Kemampuan sintesis merupakan kebalikan dari kemampuan analisis. Jenjang sintesis merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu, atau menggabungkan bagian-bagian sehingga terjelma pola yang berkaitan secara logis, atau mengambil kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya satu dengan yang lainnya. Kemampuan sintesis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu:
a.       Kemampuan menemukan hubungan yang unik
Kemampuan melahirkan suatu bentuk komunikasi yang unik adalah hasil belajar yang mencerminkan kemampuan siswa untuk membuat karya tulis. Kemampuan ini disebut unik karena suatu karya tulis tentang topik yang sama yang ditulis oleh dua orang akan menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil belajar yang termasuk pada tingkatan ini adalah kemampuan menulis cerita, esei untuk kesenangan pribadi atau untuk menghibur orang lain, kemampuan menceritakan perjalanan pribadi secara efektif, kemampuan menulis komposisi musik yang sederhana, kemampuan menceritakan pengalaman melakukan penelitian terhadap interaksi hewan.
b.      Kemampuan membuat rancangan
Contoh kemampuan pada tingkat ini adalah kemampuan menentukan rencana atau langkah yang baru. Kalau dalam kemampuan penerapan, yang dituntut adalah kemampuan menerapkan pengetahuan dalam situasi yang baru. Dalam hasil belajar penerapan, yang baru adalah masalah yang dihadapi. Sedangkan dalam hasil belajar sintesis, yang baru adalah usaha penyelesaiannya. Contoh rumusan tujuan pada tingkat ini adalah siswa mampu menyimpulkan  langkah-langkah yang harus ditempuh masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit SARS.
c.       Kemampuan mengembangkan suatu tatanan (set) hubungan yang abstrak
Kemampuan pada tingkat ini adalah hasil belajar yang menunjukkan kemampuan merumuskan hipotesis berdasarkan gejala dan fakta yang diobservasi, menarik kesimpulan yang bersifat generalisasi, mengubah hipotesis berdasarkan hal-hal yang baru, dan sebagainya. Contoh: siswa mengamati pertumbuhan kacang hijau yang ditanam di tempat yang berbeda. Kacang hijau pertama ditanam di pot yang diletakkan di ruangan terbuka yang terkena sinar matahari, kacang hijau itu mempunyai daun yang bagus berwarna hijau dan batangnya agak pendek. Sedangkan kacang hijau yang lain ditanam di pot yang diletakkan di tempat yang gelap dan ada celah yang bisa ditembus sinar matahari, kacang hijau itu mempunyai daun yang pucat dan batangnya panjang, serta mengarah ke sumber cahaya. Dari gejala dan fakta yang tampak, siswa dapat menarik kesimpulan bahwa pertumbuhan kacang hijau dipengaruhi oleh cahaya.

6.      Penilaian (Evaluation)/C6
Dengan kemampuan penilaian, siswa diharapkan mampu membuat suatu penilaian tentang suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya berdasarkan kriteria tertentu (Purwanto, 2006: 47). Kriteria yang digunakan dalam penilaian ini dapat bersifat intern dan ekstern. Kriteria internal adalah kriteria yang berasal dari situasi atau keadaan yang dievaluasi itu sendiri, misalnya, menunjukkan kesalahan-kesalahan logika dalam suatu argumen, sedangkan kriteria eksternal adalah kriteria yang berasal dari luar keadaan atau situasi yang dievaluasi tersebut, misalnya membandingkan teori-teori, generalisasi-generalisasi, dan fakta-fakta pokok tentang sel. (Sudaryono, 2012: 45).
Keenam jenjang berpikir pada ranah kognitif ini bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya. Overlap di antara enam jenjang berpikir itu akan lebih jelas pada Gambar 2.

 
Gambar 2. Tingkatan Ranah Kognitif Bersifat Kontinum dan Overlap

Keterangan: (1) Pengetahuan adalah jenjang berpikir paling dasar. (2) Pemahaman, mencakup pengetahuan. (3) Aplikasi atau penerapan, mencakup pemahaman dan pengetahuan. (4) Analisis, mencakup aplikasi, pemahaman dan pengetahuan. (5) Sintesis, meliputi juga analisis, aplikasi, pemahaman dan pengetahuan, (6) Evaluasi, meliputi sintesis, analisis, aplikasi, pemahaman dan pengetahuan. 

C.    RANAH KOGNITIF TAKSONOMI BLOOM REVISI
Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah kognitif.
Pada umumnya tujuan  pembelajaran  dirumuskan  berkaitan dengan hasil belajar (learning outcome) sebagai ukuran keberhasilan dari pembelajaran, dan dikerangkakan dalam penguasaan isi materi pembelajaran atau deskripsi dari apa   yang dilakukan. Dengan demikian dapat digolongkan dalam kata benda (noun), yakni pengusaan isi materi pelajaran dan dalam kata kerja (verb), yakni proses kognitif.  Contoh “siswa dapat menjelaskan 3 macam jaringan otot setelah membaca literatur dan mendengarkan penjelasan dari guru”. Kata-kata “siswa dapat menjelaskan” merupakan proses kognitif/kata kerja sedangkan “3 macam jaringan otot” merupakan kata benda. Jadi, dalam taksonomi Bloom terdapat dua aspek yaitu kata benda (noun)  dan kata kerja (verb). Pada taksonomi bloom yang lama lebih memfokuskan pada kata benda (noun) sehingga dalam revisi taksonomi Bloom aspek “noun” dan “verb” menjadi dua aspek/dimensi yang terpisah, yaitu dimensi pengetahuan (knowledge dimension) dan dimensi proses kognitif (cognitive process dimension) (Rochmad, 2012)
Revisi taksonomi Bloom melakukan pemisahan yang tegas antara dimensi pengetahuan dengan dimensi proses kognitif. Kalau pada taksonomi yang lama dimensi pengetahuan dimasukkan pada jenjang paling bawah (pengetahuan), pada revisi taksonomi Bloom, pengetahuan benar-benar dipisah dari dimensi proses kognitif. Pemisahan ini dilakukan sebab dimensi pengetahuan berbeda dari dimensi proses kognitif. Pengetahuan merupakan kata benda sedangkan proses kognitif merupakan kata kerja (Widodo, 2006).
Selain perubahan dari satu dimensi menjadi dua dimensi, revisi taksonomi Bloom juga terlihat pada dimensi proses kognitif. Dalam dimensi proses kognitif (cognitive process dimension) terdapat enam kategori sebagaimana pada taksonomi Bloom lama, tetapi ada perubahan yaitu, kategori pengetahuan (knowledge) diganti dengan ingatan (remember),  pemahaman (comprehension) diganti dengan  memahami (understand). Penerapan (application) diganti dengan  menerapkan (apply), analisis (analysis) diganti dengan menganalisis (analyze), dan evaluasi/penilaian (evaluation) diganti dengan mengevaluasi/menilai (evaluate). Sedangkan sintesis (synthesis) bertukar tempat dengan evaluasi dan berganti sebutan mencipta (create). Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 3.

 
Gambar 3. Perubahan dari Kerangka Pikir Asli Taksonomi Bloom ke Revisi  

Berdasarkan  Gambar  3.  dapat diketahui perubahan  taksonomi  dari  kata benda (dalam taksonomi Bloom) menjadi kata kerja (dalam taksonomi revisi). Perubahan ini dibuat agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran mengindikasikan bahwa siswa  akan dapat melakukan sesuatu (kata kerja) dengan sesuatu (kata benda). Perubahan pengetahuan dalam taksonomi Bloom menjadi dimensi tersendiri yaitu dimensi pengetahuan dalam taksonomi revisi. Pengetahuan tetap dipertahankan dalam taksonomi revisi namun berubah menjadi dimensi tersendiri karena diasumsikan bahwa setiap kategori-kategori dalam taksonomi membutuhkan pengetahuan sebagai apa yang harus dipelajari oleh siswa (Gunawan dan Palupi, tanpa tahun: 24-25)
1.      Dimensi Pengetahuan (knowledge dimension)
Dalam dimensi ini akan dipaparkan empat jenis kategori pengetahuan. Tiga kategori pertama dalam taksonomi revisi ini mencakup semua jenis pengetahuan yang terdapat dalam taksonomi Bloom. Sementara kategori keempat, yaitu  pengetahuan metakognitif dan subjenisnya semuanya baru.
a.      Pengetahuan faktual (Factual knowledge)
Pengetahuan faktual berisikan elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa jika mereka akan mempelajari suatu disiplin ilmu atau menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Ada dua macam pengetahaun faktual, yaitu:
1)      Pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology)
Mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal. Setiap disiplin ilmu biasanya mempunyai banyak sekali terminologi yang khas untuk disiplin ilmu tersebut. Beberapa contoh pengetahuan tentang terminologi: pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan tentang istilah ilmiah, dan pengetahuan tentang simbol dalam peta.

2)      Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element)
Mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik. Beberapa contoh pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur, misalnya pengetahuan tentang nama tempat dan waktu kejadian, pengetahuan tentang produk suatu negara, dan pengetahuan tentang sumber informasi.
b.      Pengetahuan konseptual (knowledge of conceptual)
Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu:
1)      Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori (Knowledge of classifications and categories)
Mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. Pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori merupakan pengetahuan yang sangat penting sebab pengetahaun ini juga menjadi dasar bagi siswa dalam mengkelasifikasikan informasi dan pengetahuan. Tanpa kemampuan melakukan kelasifikasi dan kategorisasi yang baik siswa akan kesulitan dalam belajar. Beberapa contoh pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, seperti pengetahuan tentang bagian-bagian kalimat, pengetahuan tentang penggolongan hewan dan tumbuhan, dan pengetahuan tentang pengelompokan tumbuhan.
2)      Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi (Knowledge of principles and generalizations)
Prinsip dan generalisasi merupakan bagian yang dominan dalam sebuah disiplin ilmu dan digunakan untuk mengkaji masalah-masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Contoh pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi di antaranya adalah pengetahuan tentang hukum Mendel dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar.
3)      Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur (Knowledge of theories,  models, and structures)
Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur mencakup pengetahuan tentang berbagai paradigma, epistemologi, teori, model yang digunakan dalam disiplin-disiplin ilmu untuk mendeskripsikan, memahami, menjelaskan, dan memprediksi fenomena. Contoh pengetahuan tentang teori, model, dan struktur antara lain pengetahuan tentang teori evolusi, pengetahuan tentang model DNA, dan pengetahuan tentang model atom.
c.       Pengetahuan prosedural (Knowledge of procedural)
Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu. Pengetahuan prosedural ini terbagi menjadi  tiga  subjenis yaitu:
1)      Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan pengetahuan tentang algoritme (Knowledge of subject-specific skills and algorithms)
Mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Beberapa contoh pengetahuan yang termasuk hal ini, misalnya: pengetahuan tentang keterampilan menimbang, pengetahuan mengukur suhu air yang dididihkan dalam beker gelas, dan pengetahuan tentang memipet.
2)      Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu (Knowledge of subject-specific techniques and methods)
Pengetahuan tentang teknik dan metode lebih mencerminkan bagaimana ilmuwan dalam bidang tersebut berpikir dan memecahkan masalah yang dihadapi. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya, pengetahuan tentang metode penelitian yang sesuai untuk suatu permasalahan sosial dan pengetahuan tentang metode ilmiah. Jadi, pengetahuan ini lebih difokuskan bagaimana cara berpikir dan menyelesaikan masalah-masalah, bukan hasil penyelesaian masalah atau hasil pemikirannya.
3)      Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan suatu prosedur tepat untuk digunakan (Knowledge of criteria for determining when to use appropriate procedures)
Mencakup pengetahuan tentang kapan suatu teknik, strategi, atau metode harus digunakan. Siswa dituntut bukan hanya tahu sejumlah teknik atau metode tetapi juga dapat mempertimbangkan teknik atau metode tertentu yang sebaiknya digunakan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan tentang kriteria untuk menggunakan larutan dalam uji makanan, pengetahuan tentang kriteria pemilihan rumus yang sesuai untuk memecahkan masalah, dan pengetahuan memilih metode statistika yang sesuai untuk mengolah data.
d.      Pengetahuan metakognitif (Knowledge of metacognitive)
Yaitu kesadaran seseorang akan penggunaan pengetahuannya sendiri (Herlanti dan Nopithalia, 2010: 12). Pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang kognitif secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognitif, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar. Pengetahuan metakognitif merupakan dimensi baru dalam taksonomi revisi. Pencantuman pengetahuan metakognitif dalam kategori dimensi pengetahuan dilandasi oleh hasil penelitian-penelitian terbaru tentang peran penting pengetahuan siswa mengenai kognisi mereka sendiri dan kontrol mereka atas kognisi itu dalam aktivitas belajar. Pengetahuan metakognitif terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: 
1)      Pengetahuan strategik (Strategic knowledge)
Mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk belajar, berpikir, dan memecahkan masalah. Pengetahuan jenis ini dapat digunakan bukan hanya dalam suatu bidang tertentu tetapi juga dalam bidang-bidang yang lain. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa mengulang-ulang informasi merupakan salah satu cara untuk mengingat, dan pengetahuan tentang strategi perencanaan untuk mencapai tujuan.
2)      Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif yang meliputi pengetahuan kontekstual dan kondisi yang sesuai (Knowledge about cognitive tasks, including appropriate contextual and conditional knowledge)
Mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu serta pemilihan strategi kognitif yang sesuai dalam situasi dan kondisi tertentu. Beberapa contoh pengetahaun jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa buku pengetahuan lebih sulit dipahami dari pada buku populer, pengetahuan bahwa meringkas bisa digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan bahwa cara kerja sendi mirip dengan cara kerja benda-benda di sekitar siswa.
3)      Pengetahuan tentang diri sendiri (Self-knowledge)
Mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar. Salah satu syarat agar siswa dapat menjadi pembelajar yang mandiri adalah kemampuannya untuk mengetahui dimana kelebihan dan kekurangan serta bagaimana mengatasi kekurangan tersebut. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa seseorang yang ahli dalam suatu bidang belum tentu ahli dalam bidang lain, pengetahuan tentang tujuan yang ingin dicapai, dan pengetahuan tentang kemampuan yang dimiliki dalam mengerjakan suatu tugas.

2.      Dimensi Proses Kognitif (Cognitive Process Dimension)
Dimensi proses kognitif mencakup enam katagori, yaitu:
a.      Mengingat (Remember)
Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Mengingat meliputi mengenali (recognizing) dan memanggil kembali (recalling).
1)      Mengenali (recognizing)
Mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang yang identik atau sama dengan informasi yang baru. Bentuk tes yang meminta siswa menentukan betul atau salah, menjodohkan, dan pilihan berganda merupakan tes yang sesuai untuk mengukur kemampuan mengenali. Istilah lain untuk mengenali adalah mengidentifikasi (identifying). Contoh: Alat untuk mengukur tekanan darah adalah ....(Tensimeter).
2)      Memanggil kembali (recalling)
Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang apabila ada petunjuk (tanda) untuk melakukan hal tersebut. Tanda di sini seringkali berupa pertanyaan. Istilah lain untuk mengingat adalah menarik (retrieving). Contoh: Siapakah penemu sel? (Robert Hook).
b.      Memahami (Understand)
Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif, yaitu:

1)      Menafsirkan (interpreting)
Mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari darikata-kata ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Istilah lain untuk menafsirkan adalah mmengklarifikasi (clarifying), memparafrase (paraphrasing), menerjemahkan (translating), dan menyajikan kembali (representing).
2)      Memberikan contoh (exemplifying)
Memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri tersebut untuk membuat contoh. Istilah lain untuk memberikan contoh adalah memberikan ilustrasi (illustrating) dan mencontohkan (instantiating).
3)      Mengklasifikasikan (classifying)
Mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan mengkelasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena. Istilah lain untuk mengklasifikasikan adalah mengkategorisasikan (categorising).
4)      Meringkas (summarsing)
Membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuat tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya. Istilah lain untuk meringkas adalah membuat generalisasi (generalising) dan mengabstraksi (abstracting).
5)      Menarik inferensi (inferring)
Menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. Untuk dapat melakukan inferensi siswa harus terlebih dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada. Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekstrapolasi (extrapolating), menginterpolasi (interpolating), memprediksi (predicting), dan menarik kesimpulan (concluding).
6)      Membandingkan (comparing)
Mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua objek, ide, ataupun situasi. Membandingkan mencakup juga menemukan kaitan antara unsur-unsur satu objek atau keadaan dengan unsur yang dimiliki objek atau keadaan lain. Istilah lain untuk membandingkan adalah mengkontraskan (contrasting), mencocokkan (matching), dan memetakan (mapping).
7)      Menjelaskan (explaining)
Mengkonstruk dan menggunakan model sebab-akibat dalam suatu sistem. Termasuk dalam menjelaskan adalah menggunakan model tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi apabila salah satu bagian sistem tersebut diubah. Istilah lain untuk menjelaskan adalah mengkonstruksi model (constructing a model).
c.       Menerapkan (apply)
Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif, yaitu: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).
1)      Menjalankan (executing)
Menjalankan suatu prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang diperlukan sudah tertentu dan juga dalam urutan tertentu. Apabila langkah-langkah tersebut benar, maka hasilnya sudah tertentu pula. Istilah lain untuk menjalankan adalah melakukan (carrying out).
Contoh:
a)      Berapa macamkah gamet yang dihasilkan dari hasil persilangan dengan 8 sifat beda? (2n=28= 256 macam gamet).
b)      Berapa literkah isi sebuah drum dengan tinggi 1 m dan diameter 25 cm? (Gunakan rumus volume tabung=luas alas x tinggi)
2)      Mengimplementasikan (implementing)
Memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Karena diperlukan kemampuan memilih, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman tentang permasalahan yang akan dipecahkannya dan juga prosedur-prosedur yang mungkin digunakannya. Apabila prosedur yang tersedia ternyata tidak tepat benar, siswa dituntut untuk bisa memodifikasinya sesuai keadaan yang dihadapi. Istilah lain untuk mengimplementasikan adalah menggunakan (using).
d.      Menganalisis (analyze)
Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis, yaitu membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).
1)      Membedakan (differentiating)
Membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya. Oleh karena itu membedakan (differentiating) berbeda dari membandingkan (comparing). Membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang relevan/esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar. Misalnya, apabila seseorang diminta membedakan antara apel dan jeruk, faktor warna, bentuk dan ukuran bukanlah ciri yang esensial. Namun apabila yang diminta adalah membandingkan, hal-hal tersebut bisa dijadikan pembeda. Istilah lain untuk membedakan adalah memilih (selecting), membedakan (distinguishing) dan memfokuskan (focusing).
2)      Mengorganisir (organizing)
Mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu. Contoh: menganalisis keseimbangan dinamis suatu ekosistem.
3)      Menemukan pesan tersirat (attributting)
Menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi. Contoh: penentuan sebuah titik pandang bahwa manusia berasal dari kera menurut Charles Darwin).
e.       Mengevaluasi (evaluate)
Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini, yaitu: memeriksa (checking) dan mengkritik (critiquing).
1)      Memeriksa (checking)
Memeriksa dapat diartikan sebagai koordinasi, pendeteksian, monitoring, atau pengujian, yaitu pendeteksian ketidakkonsistenan atau kekeliruan dalam proses atau produk berdasarkan kriteria internal. Contoh: pendeteksian keefektifan prosedur yang telah diimplementasikan, penentuan apakah kesimpulan saitis sesuai dengan data hasil observasi, atau memeriksa apakah kesimpulan yang ditarik telah sesuai dengan data yang ada.
2)      Mengkritik (critiquing)
Menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal. Contoh: menilai apakah rumusan hipotesis sesuai atau tidak (sesuai atau tidaknya rumusan hipotesis dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang penilai).
f.       Mencipta/membuat/mengkreasikan (create)
Mencipta  mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Perbedaan mencipta ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan menganalisis  siswa  bekerja dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada mencipta  siswa  bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baru. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu Menggeneralisasikan (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).
1)      Menggeneralisasikan (generating)
Menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut. Contoh: merumuskan hipotesis untuk memecahkan permasalahan yang terjadi berdasarkan pengamatan di lapangan.
2)      Merencanakan (planning)
Merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Contoh: merancang serangkaian percobaan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
3)      Memproduksi (producing)
Membuat suatu rancangan atau menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah. Contoh: mendesain (atau juga membuat) suatu alat yang akan digunakan untuk melakukan percobaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar